Sunday, May 3, 2009

KOALISI BESAR TERBENTUK, PARA KORBAN HAM MEMPERINGATKAN

Radio Nederland Wereldomroep, Postbus 222, 1200 JG Hilversum
01/05/2009

Koalisi Besar, antara PDI-P, Golkar, Gerindra dan Hanura akhirnya terbentuk, namun kubu yang melawan Demokrat, PKS dan PKB ini, belum menetapkan satu atau dua paket Capres/Cawapres, mau pun siapa saja calon calon yang mereka usung. Proses koalisi yang berkepanjangan, terutama soal pembagian posisi, dan imbalan milyaran rupiah untuk memastikan kemenangan dalam pilpres - itu menjenuhkan publik. Permainan kedua kubu itu "seperti perdagangan ternak". Uang dan kuasa menjadi dasar perundingan. Tak peduli lagi harkat berpolitik, martabat bernegara, dan nilai nilai HAM. Orde Baru seperti hidup kembali. Demikian suara suara protes dari kalangan pengamat dan para keluarga korban HAM.

Lebih jauh laporan koresponden Aboeprijadi Santoso


"Awas ada pembunuh di sekitar kita". Seruan ini beredar pesat belakangan ini di jejaring sosial Facebook di dunia maya yang makin populer. Akhirnya mereka pun berkumpul dan curhat. Sasarannya: dua jenderal yang cacat HAM dan para koruptor. Suciwati, istri Munir, misalnya, mengingatkan

Suciwati Munir: "Kita bisa lihat, karena dia banyak uang, Prabowo tiba-tiba tiap hari dia muncul menyatakan dialah pahlawan, dialah yang pro kepada petani, kepada buruh. Sementara saya sangat ingat pada 98, Prabowo ini Pankostrad. Ia dicopot jabatannya oleh Wiranto waktu itu, karena kasus penculikan. Di websitenya Departemen Pertahanan juga disebutkan: pemimpin ABRI tidak pernah memerintahkan penangkapan terhadap aktivis radikal. Pangab menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus TNI Prabowo Subiyanto, Danjen Kopassus TNI Muchdi Purwoprandjono, yang kita juga tahu dia termasuk pembunuh Munir. Jadi ini hal yang menyakitkan.

Juga bagi Ibu Tuti yang putranya diculik tahun 97, tampilnya jenderal-jenderal itu menyakitkan.

Ibu Tuti: "Tentang Prabowo ini waktu disidang Kopassus dulu, itu saya ikuti terus hampir sebulan. Jadi dia mengakui menculik sebelas atau sembilan orang. Dia mengakunya udah dipulangkan semuanya. Ternyata yang pulang-pulang itu nemuin saya .... kalau dia ketemu sama anak saya. Kenapa belum pulang sampai saat sekarang? Jadi, kita berhati-hatilah memilih untuk memimpin negara kita ini. Prabowo kenapa dia mau ingin jadi capres, itu kan dak masuk di akal. Kalau buat rakyat kecil, itu sudah benar-benar mempermainkan semuanya. Tolonglah bagaimana negara ini benar-benar penegak hukum yang adil."

Maka kesimpulannya pun jelas: jangan pilih mereka yang cacat HAM, demikian Ibu Sumarsih, yang putranya ditembak mati Mei tahun 98

Ibu Sumarsih: "Bagi kami keluarga korban sangat prihatin. Kalau dulu ada partai politik yang mendukung penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di DPR. Tetapi sekarang mereka bergandeng tangan dengan para pelaku pelanggar HAM, baik Prabowo maupun Wiranto. Kami keluarga korban mengingatkan. Berkoalisilah dengan etika dan moral yang baik."

Menurut Romo Sandyawan, semua ini tidak hanya melukai hati rakyat, tapi juga mencerminkan tampilnya kekuatan kekuatan lama yang disebutnya "Orde Baru Bablasan", dengan dua jenderal sebagai penumpang gelap.

Romo Sandyawan: "Ternyata ada juga para penumpang gelap yang luar biasa karena mereka itu adalah para operator Orde Baru yang masih berbau anyer darah dan telah melukai hati rakyat kecil. Agenda Orde Baru bablasan ini akan ditolak dan akan diuji oleh sejarah."

Faisal Basri, ekonom, bahkan memperingatkan, semua itu merupakan ancaman nyata, fysik mau pun batin bagi republik ini

Faisal Basri: "Masalah ini semua karena kita tidak melakukan proses truth and reconciliation (kebenaran dan rekonsiliasi,red). Tiba-tiba hantu-hantu masa lalu hidup kembali. Ini membuat transisi demokrasi terancam mundur kembali sebagai akibat dari kekuatan lama mampu membangun kekuatan yang lebih dahsyat kalau mereka sempat berkuasa. Jadi, mulai muncullah benih-benih otoritarianisme baru. Kehidupan berekonomi pun terancam. Karena Indonesia akan dipakai sebagai wahana eksperimen ekonomi baru yang nggak jelas bentuknya. Ini bahaya sekali."

Walhasil, nilai nilai kemanusiaan dan masa depan republik ini dapat terancam, sambung penulis Goenawan Mohamad..

Goenawan Mohamad: "Karena sekarang dengan uang segalanya seolah bisa dibeli. Itu ejekan pada manusia yang bukan main. Sehingga seoal-olah manusia itu dan proses demokrasi adalah pasar ternak. Karena itu jangan asal pilih, tapi yang mereka yang punya komitmen: satu, menyelesaikan pembongkaran pembunuhan Munir, kedua, mengusut ketidakadilan yang terjadi dalam peristiwa Semanggi dan dalam peristiwa penculikan dan ketiga, dalam memberantas korupsi."***