Thursday, February 12, 2009

Menunggu Satrio Wirang

oleh: Djoko Suud Sukahar
Jakarta - detikCom

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar jumpa pers, menyalahkan kadernya, Ahmad Mubarok. Dia menilai Wakil Ketua DPP Partai Demokrat itu 'menyakiti' Golkar. Mengapa SBY kebakaran jenggot, terkesan 'takut' dengan sesuatu yang bertalian dengan 'sakit' dan 'menyakiti'? Benarkah itu terkait keyakinan munculnya Satrio Piningit yang bakal menjadi Satrio Pinilih? Bagaimana pula dengan Satrio Wirang yang tumbuh bak jamur di musim hujan?

Ini memang 'negeri sakit', yang dihuni oleh 'orang-orang sakit'. Dengan gampang para calon pemimpin melakukan peniruan instan, menerapkan 'politik telenovela'. Sebuah strategi politik tidak bermutu, yang bertele-tele, tidak cerdas, dan tidak mendidik.

Segala perilaku 'politisi telenovela' itu diarahkan untuk memancing rakyat yang sedang gundah supaya berurai air mata. Dan bermunculanlah politisi-politisi busuk yang cengeng, memformat dirinya sebagai manusia rendah yang direndahkan, untuk memohon belas kasihan rakyat agar memilihnya.

Trend macam ini merupakan bentuk 'peniruan bodoh' terhadap prosesi 'Satrio Piningit' sebelum hadir menjadi Satrio Pinilih. Disebut pandir, karena langkah itu seperti 'mentuhankan akal' dan 'mentakdirkan' rekayasa. Jangan kaget jika tak lama lagi bakal muncul seabreg Satrio Wirang, tokoh-tokoh memalukan sekaligus malu-maluin, konsekuensi logis dari 'pentuhanan akal' dan 'takdir buatan' itu.

Memang, dalam pandangan Jawa, seorang pemimpin itu tidak muncul tiba-tiba. Sosok macam itu kehadirannya via proses panjang. Melewati penggodokan yang bersifat metafisis, dan tampil mengejutkan di saat-saat krusial. Itu karena sang tokoh ini diyakini sebagai 'figur yang disembunyikan', seperti sebutannya sebagai Satrio Piningit.

Calon pemimpin macam ini biasanya mempunyai ciri khusus. Secara umum dia diidentifikasi sebagai orang yang 'teraniaya', mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh rezim yang memerintah. Untuk itu, figur seperti ini rata-rata lepas dari amatan pengamat politik, dia tidak diprediksi bakal tampil sebagai pemimpin.

Berdasar 'ilmu titen' (ilmu melihat dan mengamati), Satrio Piningit datang dari manusia yang dibelenggu kebebasannya. Untuk itu dia disebut sebagai 'Satrio Kinanjoro' (dipenjara). Selain itu, dia juga berasal dari manusia yang 'dikuyo-kuyo' (dinista atau dizalimi).

Dalam perjalanan negeri ini, setidaknya terdapat tiga presiden yang kemunculannya dianggap klop dengan 'kepercayaan' di atas. Pertama adalah Bung Karno, presiden pertama yang sebelumnya keluar masuk penjara. Kedua Megawati yang 'dikuyo-kuyo' di masa Orde Baru. Dan ketiga SBY yang dianggap 'dinista' Mega dan Taufiq Kiemas.

Sedang Soeharto, Habibie dan Gus Dur tidak digolongkan sebagai Satrio Piningit, karena ketiganya saat tampil sebagai pemimpin dianggap 'tanpa melibatkan' rakyat. Itu karena hakekatnya, Satrio Piningit itu dalam fatsun politik adalah 'vox populi vox dei' (suara rakyat adalah suara Tuhan). 'Langsung' didaulat rakyat.

'Efek kasihan dan dikasihani' ini yang sekarang dipakai banyak partai dan politisi sebagai 'jalan tol'. Semuanya sedang menyusun skenario untuk menjadikan dirinya atau partainya masuk sebagai 'orang teraniaya' dan 'partai yang dizalimi'. Harapannya, tentu, rakyat iba dan memenangkan partai atau politisi bersangkutan. Benarkah langkah itu akan 'memancing' munculnya Satrio Piningit?

Rasanya itu tidak akan terjadi. Itu karena Satrio Piningit tidak bisa direkayasa, juga faktor penyebab 'kehadirannya'. Dalam konteks ini, Partai Golkar kemarin sebenarnya 'disetting' untuk itu. Tapi hasilnya jadi kontra produktif. Malah SBY 'memanfaatkan' 'pelintiran' ucapan Mubarok itu untuk 'memamerkan' sikap ksatria dan kebesaran jiwanya terhadap lawan-lawan politiknya.

Untuk itu, jika beberapa partai atau politisi lain melakukan langkah sama dalam 'mengail' popularitas, maka bukan Satrio Piningit yang mampir, tapi justru Satrio Wirang. Partainya jadi 'partai yang memalukan' dan 'politisinya' jadi 'politisi yang malu-maluin'.***

Wednesday, February 11, 2009

DOKTOR RIZAL RAMLI: PEMIMPIN PERUBAHAN, UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK

Dr. Rizal Ramli lahir pada 10 Desember 1953 di Sumatera Barat. Ia sudah yatim piatu sejak usia Sekolah Dasar, karena itu untuk melanjutkan pendidikannya terpaksa ikut neneknya di Bogor. Di Kota Hujan ini ia menyelesaikan SD sampai SMA. Ketika lulus SMA dan diterima menjadi mahasiswa jurusan Fisika ITB tahun 1973, Rizal Ramli kesulitan untuk membiayai kuliahnya. Akhirnya, ia bekerja dulu di sebuah percetakan di Kebayoran Baru, Jakarta.

Enam bulan kemudian, setelah uang terkumpul barulah Rizal Ramli bisa mewujudkan harapannya untuk kuliah. Untuk membiayai keperluan sehari-hari ia bekerja sebagai penerjemah buku-buku maupun makalah berbahasa Inggris. Ia memang sudah mahir berbahasa Inggris sejak SMA.

Karena prihatin ketimpangan yang dihadapi sebagian besar masyarakat, Rizal Ramli bersama aktivis mahasiswa tahun 1978 melakukan aksi menentang Rezim Otoriter Orde Baru. Karena aksinya itu, Rizal Ramli sempat dipenjara selama 18 bulan. Cita-citanya untuk terus belajar ia wujudkan dengan melanjutkan pendidikannya di Sophia University, Tokyo, Jepang tahun 1975. Ia meraih Doktor Ekonomi dari Boston University, Amerika Serikat tahun 1990.

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli mendapat kepercayaan beberapa jabatan penting di Pemerintahan. Selama 6 bulan menjabat Kepala Badan Urusan Logistik, April-Agustus 2000, Rizal Ramli berhasil melakukan restrukturisasi BULOG menjadi organisasi yang transparan dan profesional. Untuk meningkatkan pendapatan petani, Bulog meningkatkan pembelian gabah petani, bukan membeli beras petani seperti sebelumnya; selain itu ia juga menghentikan impor beras.

Langkah terobosan dengan cepat dan efektif juga dia lakukan selama menjabat Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan. Diantaranya, ia melakukan renegosiasi letter of intent (LoI) dengan IMF, memisahakan cross-ownership dan cross-management antara PT, Telkom dan PT. Indosat sehingga negara menerima tambahan pendapatan sebesar Rp. 4,2 triliun, tanpa menjual selembar saham pun.

Saat ini Rizal Ramli, yang memiliki hobi: berenang, main catur dan musik klasik selain membaca - sedang menggagas kebijakan ekonomi “Jalan Baru” sebagai jawaban karena sebagian besar rakyat masih hidup dibawah garis kemiskinan dan belum menikmati arti kemerdekaan. Rizal Ramli menyadari “Ada yang salah dengan kebijakan ekonomi selama ini” dan ia ingin melakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.***

Sri Mulyani Pilihan Menarik Bagi SBY untuk Hadang Mega

Jakarta - detikCom

Menteri Keuangan Sri Mulyani banyak disebut-sebut pantas mendampingi SBY dalam pilpres mendatang. Strategi ini dinilai tepat untuk menghadapi hadangan Megawati Soekarnoputri.

"Sri Mulyani adalah pilihan yang menarik, karena dia perempuan dan saingan SBY, Megawati juga perempuan," Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA usai menghadiri sebuah diskusi di Hotel Sahid, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (11/2/2009).

Selain itu, lanjut Denny, SBY ingin mendapatkan cawapres yang tidak sedominan dirinya. Untuk bisa memuluskan hal itu maka calon yang dipilih harus dari non partai.

"Kalau dari partai akan kuat lagi dan menjadi mentari kembar seperti sekarang," katanya.

Sri Mulyani juga dinilai kompeten untuk mengatur ekonomi Indonesia keluar dari krisis yang masih terjadi. "Sri Mulyani sangat kompeten mengenai soal itu," katanya.

Denny memperkirakan usulan nama Sri Mulyani akan muncul dari bawah dan tidak langsung dikeluarkan SBY. "Ini sudah merupakan skenario politik umum," ujar Denny.***

Monday, February 9, 2009

Tim Pencari Fakta DPRD Sumut: "Orang Istana Dalang Kerusuhan Medan"

MEDAN - Serambi Indonesia (Aceh)

Tim Pencari Fakta DPRD Sumatera Utara (Sumut) menemukan indikasi keterlibatan orang-orang di Istana Negara RI dalam kerusuhan di Medan pada 3 Februari lalu. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua DPRD Sumut, Hasbullah Hadi usai memimpin rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat (5/2) pagi.

Kepada sejumlah wartawan, Hasbullah mengaku telah mendesak Komisi III DPR RI meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menelusuri indikasi itu.

Dari investigasi yang dilakukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sumut, terungkap bahwa keterlibatan orang istana kepresidenan sudah santer terdengar dan menjadi buah bibir masyarakat Sumut. Orang istana yang disebut-sebut itu berinisial TBS, dianggap mengetahui bahkan diduga mendukung demo yang berujung maut tersebut.

"Kami menemukan indikasi ada keterlibatan orang Istana. Kami sangat berharap Pak SBY bersedia meneruskan temuan kami itu, tadi sudah saya sampaikan kepada Komisi III DPR RI," kata Hasbullah Hadi.

Namun, Hasbullah tak berani mengomentari peran TBS dalam aksi unjuk rasa yang berujung pada meninggalnya Ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat.

Ia menyerahkan temuan kepada pemerintah, agar sigap menelusuri temuan dimaksud. "Tugas tim pencari fakta hanya sekadar mencari fakta-fakta yang mendukung tentang kejadian itu. Kami tak punya wewenang untuk menghakimi siapa pun," ungkapnya.

Sementara dari Poltabes Medan, tim penyidik terus mengembangkan pemeriksaan dengan memeriksa sejumlah saksi baru. Hingga Jumat (6/2) siang, polisi sudah menetapkan 13 orang tersangka. Masing-masing Chandra Panggabean, Viktor Siahaan, Rudolf Marpaung, Burhanuddin Rajagukguk, Jhon Hendel Samosir, Gelmok Samosir, Ganda Hutasoit, Roy Frans Sagala, Asirianto Sitorus, Parles Sianturi, Mikel Tondu Yohanes, Dedi Lumbantungkap, dan Datumira Simanjutak. Jumlah itu diyakini bertambah, mengingat hingga kini polisi masih memeriksa sejumlah saksi yang terlibat dalam aksi unjuk rasa anarkis itu.

Dikepung OKP

Buntut dari meninggalnya Ketua DPRD Sumut dalam aksi demo anarkis, tuntutan massa agar Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) ditutup, kembali bergulir. Kali ini, puluhan anggota Pemuda Pancasila Sumut "mengepung" kantor redaksi koran yang dinilai propembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) itu.

Aksi unjuk rasa yang digelar Jumat (6/2) pagi itu membuat seluruh karyawan yang sedang beraktivitas dicekam ketakutan. Petugas security yang siaga di dalam gedung langsung menutup rapat pintu dan menguncinya dari dalam. Sementara pengamanan di luar gedung dilakukan tim gabungan polisi yang tampak siaga, seakan tak ingin kecolongan lagi.

Koordinator Kelompok Kerja MPW PP Sumut Idrus Junaidi dalam orasinya, menuntut Dewan Pers dan PWI Sumut segera mengambil tindakan tegas terhadap koran milik GM Panggabean itu. Mereka menilai SIB tidak menyajikan pemberitaan yang sesuai fakta. Bahkan SIB dituding sebagai media yang menampilkan provokasi bagi masyarakat pendukung Protap.

"Bahkan pada edisi sebelum kerusuhan itu terjadi, SIB sudah memberitakan rencana unjuk rasa besar-besaran. Sangat besar peran mereka dalam unjuk rasa anarkis itu," kata Idrus.

Ia juga sempat melontarkan pernyataan kalau SIB sudah disetir oleh pejabat di Jakarta berinisial TBS untuk kepentingan terbentuknya Protap.

Menurutnya, dugaan kuat keterlibatan TBS sangat jelas, karena sudah terbukti dengan pernyataannya yang dengan lantang mendukung pembentukan Provinsi Tapanuli.

"Kami minta Pak Presiden tegas dan jeli terhadap orang yang ada di sekitarnya yang memanfaatkan wewenangnya untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Bahkan dari informasi yang kami terima, TBS sudah menggunakan kewenangannya untuk mengintervensi Kapolri agar tidak mengusut kasus ini lebih jauh," katanya.

Sementara Wakil Ketua Komisi III DPR RI Mayasak Djohan usai melakukan pertemuan tertutup dengan seluruh anggota DPRD Sumut mengatakan, isu-isu yang beredar di Medan akan ditindaklanjuti dan dirapatkan dengan Presiden SBY.

Ia menilai, tragedi 3 Februari 2009 itu murni kelalaian polisi, sehingga pimpinan Polri di Sumut layak dicopot.

"Seluruh temuan kami di Medan akan kami bahas di Jakarta. Kami akan segera mengambil kebijakan, tak terkecuali isu mengenai TBS," katanya.***

Saturday, February 7, 2009

Gus Dur: Tragedi DPRD Sumut - Elit Politik Jakarta Ikut Berperan

Jakarta - detikCom

Tragedi pemaksaan pembentukan propinsi Tapanuli tidak terlepas dari campur tangan elit politik di Jakarta. Mereka adalah para mantan pejabat negara yang kini sudah tidak punya pekerjaan lagi, tapi masih ingin berkiprah meski di pentas politik daerah asalnya.

"Sumatera Utara ngotot dimekarkan supaya ada propisi Tapanuli. Karena itu orang kayak Akbar Tandjung, Cosmas Batubara dan Bomer Pasaribu kepingin (jadi politikus lokal) karena tidak punya pekerjaan di Jakarta," kata Gus Dur dalam acara Kongkow Bersama Gus Dur di Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta Timur, Sabtu (7/2/2009).

Meski unjuk rasa pada 3 Februari 2009 menghilangkan jiwa Ketua DPRD Sumut Abdul Azis Angkat, tidak serta-merta aspirasi pembentukan propinsi Tapanuli harus dipadamkan. Paling mendesak dilakukan adalah evaluasi menyeluruh dan komprehensif atas kelayakan pembentukan propinsi baru tersebut.

"Biar saja jalan terus. Kalau di daerah yang tidak perlu (pemekaran), ya engga perlu karena kan tidak penting. Misalnya pemekaran di Jawa, ngapain? Tapi kalau Jawa betul-betul mau merdeka, saya ngotot untuk Jawa Timur juga," sambung Gus Dur disambut gelak tawa hadirin.***

Friday, February 6, 2009

Penganugerahan Gelar Doktor HC untuk SBY Ditunda

JAKARTA - okeZone.com

Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa (HC) bidang teknologi infomasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sedianya akan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2 Maret 2009 ditunda pelaksanaannya hingga Pemilu 2009.

Hal tersebut diungkapkan Rektor ITB Djoko Santoso usai menghadap Presiden SBY di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.

"Atas keinginan dari beliau, penganugerahan doktor HC ini tetap akan dilaksanakan hanya saja waktunya ditentukan kemudian hari setelah pemilu selesai," ujarnya, Jumat (6/2/2009).

Menurut Djoko, alasan Presiden memutuskan untuk menunda penganugerahan tersebut karena mempertimbangkan berbagai aspek termasuk hal-hal yang terjadi di luar ITB.

Saat ditanya mengenai pertimbangan penganugerahan gelar tersebut, Djoko mengatakan, ITB menilai Presiden memiliki kesungguhan dalam bekerja.

"Artinya, dia meiliki kararkter tekun jujur. Inilah yang menjadikan masyarakat tumbuh dan dia mendorong kemajuan ITB. Jadi kita memberikan penghargaan kepada orang yang memiliki karya," paparnya.***

Sulit Bermuka Tembok, Arbi Sanit Tolak Jadi Politisi

Jakarta - detikCom


Tidak banyak orang yang mau menyia-nyiakan kesempatan bergelut di dunia politik meski tawaran itu mengalir. Orang-orang yang seharusnya tidak layak masuk ke dunia politik karena tidak punya kemampuan saja berebutan menyodorkan diri.

Dari sedikit orang yang tidak tergoda jadi politisi itu adalah pengamat politik dari UI Arbi Sanit. Padahal sebagai pengamat politik senior, Arbi tidak pernah sepi dari tawaran masuk parpol.

Namun semua iming-iming dari parpol itu ditolaknya karena dia merasa tidak memiliki muka tebal yang menghilangkan rasa malu, jantung ganda yang sewaktu-waktu copot satu masih ada gantinya.

"Permainan politik itu dasyat. Saya 40 tahun belajar ilmu politik, tapi saya tidak berani terjun ke dunia politik. Padahal tawaran itu sangat banyak," kata arbi sanit pada detikcom kamis (5/2/2009).

Menurut dosen UI ini, politik itu busuk. Karena itu kalau seseorang ingin terjun di dunia politik, ia harus siap bergelut dengan dunia kebusukan. Kalau dia berhasil, dia akan menjadi politisi yang disegani kawan maupun lawan.

"Politik itu busuk. Karena itu sebaiknya dipisahkan aja antara agama dan politik seperti di barat. Untuk menjadi politisi itu harus muka tembok, jantungnya dobel, hatinya seperti batu, kalau tidak bisa jangan harap berhasil jadi politisi," terang Arbi.

Sebagai bukti dari dasyatnya politik, Arbi mencontohkan maraknya praktek politik uang. Menurutnya politik uang itu benar-benar mengancam transisi demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.


Karena itu, dia berharap Pemilu 2009 menjadi momentum perbaikan bagi kualitas berdemokrasi dan pembangunan bangsa. Caranya rakyat benar-benar memilih wakil rakyat dan pemimpin yang berkomitmen mensejahterakan rakyat.

"Ini momentum bagi politisi untuk menunjukkan leadership-nya. bukan mengajari masyarakat untuk menjadikan politik sebagai bahan transaksi pragmatis," kata Arbi

Arbi meminta para caleg dan capres tidak membiarkan masyarakat mempraktekkan pola berpolitik yang merusak. praktek jual beli suara hanya akan menjauhkan cita-cita indonesia menjadi lebih baik.

"Jangan sampai mau diperas, praktek seperti ini harus dilawan. Kalau tidak, jangan harap ada perbaikan nasib bangsa," terangnya

"Seorang calon yang menangnya dengan cara membayar, pasti yang dipikirkan pertama kali bagaimana mengembalikan modalnya, bukan bagaimana memperbaiki nasib rakyatnya," terangnya.

Karena itulah, Arbi menghimbau agar rakyat tak memilih caleg yang menaburkan uang dalam menarik simpati pemilih. Demikian juga, dengan caleg yang ingin memperbaiki negeri ini dengan setulus hati, agar tak mengajari rakyat dengan politik transaksional.

"Pemilu tahun ini menjadi momentum, apakah para politisi terjebak dalam permainan atau mau memperbaiki diri dan negara untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera,"pungkas Arbi.***

Wednesday, February 4, 2009

Insiden Ketua DPRD Sumut Tewas... Todung: Ini Insiden Tragis!

Jakarta - detikCom

Keinginan pemekaran wilayah terpaksa memakan tumbal nyawa. Ketua DPRD Sumut Abdul Azis Angkat tewas setelah dikeroyok demonstran yang meminta pembentukan Provinsi Tapanuli. Di mata pengacara kondang Todung Mulya Lubis, tewasnya Abdul Azis Angkat adalah insiden yang tragis.
"Ini insiden tragis," ujarnya ketika ditemui detikcom di kantornya, Mayapada Tower, Jl Sudirman, Jakarta, Rabu (4/2/2009).
Todung yang asli kelahiran Tapanuli, tepatnya di Muara Botung, 60 tahun silam, tak habis pikir kenapa untuk sekadar menyuarakan aspirasi pembentukan provinsi baru harus menumbalkan nyawa.
"Ketua DPRD dikejar-kejar kemudian dikeroyok dan akhirnya meninggal dunia, sekali lagi ini sungguh tragis" imbuhnya terharu.
Dia menyayangkan sejumlah pihak yang berusaha menyuarakan aspirasinya, namun tidak ditempuh dengan cara-cara damai. Padahal di era reformasi ini, menurut Todung, sah-sah saja meminta pemekaran wilayah.
"Tapi jangan dengan cara-cara anarkis," katanya menambahkan.
Todung yang menamatkan bangku SMA di Medan, ini meminta Gubernur dan Kapolda di Sumut untuk mengusut kasus ini secara tegas namun bijaksana.
Hal ini perlu, lantaran Sumut dinilainya sangat rawan bagi pecahnya konflik horizontal. Profil masyarakatnya yang majemuk, kalau tidak dikelola dengan baik, justru akan memicu pecahnya konflik etnis dan agama.
Pria yang pernah dicekal karena menulis dan berceramah selama dua tahun akibat terlalu kritis, ini mengaku masih menaruh perhatian pada tanah leluhurnya itu. "Saya concern di sana," akunya.
Oleh karena itu, ia sangat tidak ingin di Sumut terjadi konflik horizontal di antara masyarakatnya. "Jangan Sumut jadi ajang konflik horizontal yang tak ada ujung," harapnya***

Monday, February 2, 2009

Tuduhan Presiden Yudhoyono Sakiti Hati TNI

JAKARTA, Kompas.com

Peneliti senior CSIS sekaligus pengamat politik J Kristiadi menilai lontaran isu gerakan ”Asal bukan calon presiden berinisial S” oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terutama di kalangan petinggi TNI Angkatan Darat, boleh jadi bertujuan untuk menciptakan Presiden Yudhoyono tengah di-zalimi secara beramai-ramai.
Cara pencitraan serupa dinilai efektif dan berhasil menaikkan simpati bagi Yudhoyono sehingga terpilih pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu. Namun begitu sayangnya, tambah Kristiadi, dalam konteks sekarang yang justru dianggap telah dizalimi bukannya Yudhoyono melainkan TNI.
”Bagi tentara, kalau sampai panglima tertingginya meragukan anak buahnya sendiri, hal itu sangat lah menyakitkan,” ujar Kristiadi.
Hal itu disampaikan Kristiadi, Minggu (1/2), usai berbicara dalam Serasehan Kebangsaan Asosiasi Alumni Yesuit Indonesia di Kolose Kanisius, Jakarta, bertema ”Meneguhkan Kembali Keindonesiaan dalam Politik dan Pemilu 2009”.
Pembicara lain, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno dan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, Trias Kuncahyono.
Kristiadi menyayangkan Presiden Yudhoyono menyampaikan suatu hal yang dia sendiri tidak yakin kebenarannya. Padahal sebagai panglima angkatan bersenjata tertinggi, Yudhoyono sebagai presiden bisa saja langsung memanggil siapa pun yang dia curigai untuk kemudian diproses lebih lanjut.***

Sultan : Bila Ingin Indonesia Berubah, Pilih Capres Alternatif

Yogyakarta - detikCom

Rakyat Indonesia hingga saat ini masih belum bisa menikmati proses reformasi secara maksimal. Karena itu, rakyat Indonesia harus melakukan perubahan dengan memilih calon presiden alternatif.
Hal tersebut diungkapkan Sri Sultan Hemengku Buwono X saat memberikan sambutan dalam acara Silaturahmi dan Pembekalan Pengurus Merti Nusantara Simpul Kecamatan (Angkatan I) di Gedung Graha Sabha Pramana (GSP), Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin (2/2/2009).
"Saat bapak-bapak dan ibu mendatangi TPS, maka yang dicoblos harus yang alternatif," kata Sultan.
Dalam kesempatan itu, Sultan kembali menegaskan, siap melakukan perubahan jika mendapat dukungan luas dari masyarakat, termasuk Merti Nusantara. Sebab tanpa dukungan dari rakyat, dirinya tidak bisa melakukan apa-apa.
"Saya ini hanya satu yang namanya Hamengku Buwono dan saya tak bisa lakukan perubahan apapun. Sebab perubahan itu ada di tangan bapak ibu sendiri," ujar Sultan.***