Monday, November 24, 2008

Adam Malik, CIA, Tiga Serangkai dan Operasi Tas Hitam

Jakarta - detikNews.com


Dari 800 lebih halaman di buku Membongkar Kegagalan CIA karya Tim Weiner, wartawan The New York Times yang pernah meraih Pulitzer, cerita soal Indonesia hanya makan 5 halaman saja, dimulai pada halaman 329. Meski sekelumit, namun pengakuan perwira CIA bahwa Adam Malik adalah agen CIA menggegerkan Tanah Air.

"Saya merekrut dan mengontrol Adam Malik," ujar Clyde McAvoy, perwira CIA itu, dalam sebuah wawancara pada tahun 2005. McAvoy bertemu dengan Adam Malik di sebuah tempat rahasia dan aman di Jakarta pada 1964.

"Dia adalah pejabat Indonesia tertinggi yang pernah kami rekrut," tambah McAvoy.

Adam Malik dirinci lebih dalam lagi setelah itu. Disebutkan, dalam beberapa minggu yang menegangkan pada bulan Oktober 1965, Negara Indonesia terpecah dua.

Tim Weiner menulis, "CIA berusaha mengkonsolidasi sebuah pemerintah bayangan, sebuah kelompok tiga serangkai yang terdiri atas Adam Malik, Sultan yang memerintah di Jawa Tengah, dan perwira tinggi angkatan darat berpangkat mayor jenderal bernama Suharto.

"Malik memanfaatkan hubungan dengan CIA untuk mengadakan serangkaian pertemuan rahasia dengan Duta Besar Amerika yang baru di Indonesia, Marshall Green. Sang Duta Besar mengatakan bahwa dia bertemu dengan Adam Malik "di sebuah lokasi rahasia" dan mendapatkan "gambaran yang sangat jelas tentang apa yang dipikirkan Soeharto dan apa yang dipikirkan Malik serta apa yang mereka usulkan untuk dilakukan" buat membebaskan Indonesia dari komunisme melalui gerakan politik baru yang mereka pimpin, yang disebut Kap-Gestapu.........

Tim Weiner juga menulis, "Pada pertengahan bulan Oktober 1965, Malik mengirimkan seorang pembantunya ke kediaman perwira politik senior kedutaan, Bob Martens, yang pernah bertugas di Moskow ketika Malik juga bertugas di sana sebagai diplomat Indonesia. Martens menyerahkan kepada utusan Malik itu sebuah daftar yang tidak bersifat rahasia, yang berisi nama 67 pemimpin PKI, sebuah daftar yang telah dia rangkum dari kliping-kliping surat kabar komunis."

Pada bagian lain disebutkan juga bahwa Duta Besar Green, McGeorge Bundy (Penasihat Keamanan Nasional) dan Bill Bundy (Asisten Menlu untuk Timur Jauh), melihat Suharto dan Kap-Gestapu layak mendapat bantuan AS. Namun Duta Besar Green mengingatkan bahwa bantuan itu tidak boleh berasal dari Pentagon atau Deplu. Program bantuan itu tidak akan bisa dirahasiakan; risiko politisnya sangat besar. Akhirnya disepakati bahwa uang itu harus ditangani oleh CIA.

Mereka sepakat untuk mendukung militer Indonesia dalam bentuk bantuan obat-obatan senilai US$ 500.000 yang akan dikirimkan melalui CIA dengan pengertian bahwa angkatan darat akan menjual obat-obatan tersebut untuk mendapatkan uang tunai.

Dubes Green, setelah berunding dengan Hugh Tovar, mengirimkan pesan telegram kepada Bill Bundy, yang merekomendasikan pembayaran uang dalam jumlah yang cukup besar kepada Adam Malik:

"Ini untuk menegaskan persetujuan saya sebelumnya bahwa kita menyediakan uang tunai sebesar Rp 50 juta (sekitar $ 10 ribu) buat Malik untuk membiayai semua kegiatan gerakan Kap-Gestapu. Kelompok aksi yang beranggotakan warga sipil tetapi dibentuk oleh militer masih memikul kesulitan yang diakibatkan oleh semua upaya represif yang sedang berlangsung...

Kesediaan kita untuk membantu dia dengan cara ini, menurut saya , akan membuat Malik berpikir bahwa kita setuju dengan peran yang dimainkannya dalam sebuah kegiatan anti-PKI, dan akan memajukan hubungan kerja sama yang baik antara dia dan angkatan darat.

Kemungkinan terdeteksinya atau terungkapnya dukungan kita dalam hal ini sangatlah kecil, sebagaimana setiap operasi "tas hitam" yang telah kita lakukan."

Tim Weiner juga menulis, "Sebuah gelombang besar kerusuhan mulai meningkat di Indonesia. Jenderal Suharto dan gerakan Kap-Gestapu telah membunuh begitu banyak orang. Dubes Green kemudian memberi tahu Wapres Hubert H Humprey dalam sebuah pembicaraan di kantor wakil presiden di Gedung Capitol bahwa "300.000 sampai 400.000 orang telah dibantai" dalam "sebuah pertumpahan darah besar-besaran".

Wakil Presiden menyebutkan bahwa dia telah mengenal Adam Malik selama bertahun-tahun, dan Dubes memujinya sebagai "salah satu orang terpintar yang pernah dia temui." Malik dilantik sebagai menteri luar negeri, dan dia diundang untuk berbincang-bincang selama 20 menit dengan Presiden Amerika di Oval Office. Mereka menghabiskan waktu berbincang-bincang tentang Vietnam.

Pada akhir pembicaraan mereka, Lydon Johnson mengatakan bahwa dia memiliki perhatian amat besar tentang perkembangan di Indonesia dan dia mengirimkan salam hangatnya untuk Malik dan Suharto. Dengan dukungan AS, Malik kemudian terpilih menjadi ketua Sidang Umum PBB".***

Sunday, November 16, 2008

UU Pornografi Timbulkan Persoalan di Masyarakat

YOGYAKARTA, Kompas

Undang-undang Pornografi (UUP) sejak dirancang sampai disahkan telah menimbulkan persoalan di masyarakat. Sampai kini pro-kontra terus bermunculan. Menurut Indra Tranggono, pemerhati budaya yang tinggal di Yogyakarta, persoalan yang muncul bisa diidentifikasi, yaitu persoalan semantik atau pemaknaan atas pornografi, persoalan kebebasan berekspresi, persoalan budaya, dan persoalan sosial politik.

"Persoalan semantik muncul dari biasnya makna atau pengertian pornografi beserta turunan pasal-pasalnya yang sangat luas dan memiliki multitafsir. Padahal, bahasa hukum seharusnya adalah bahasa yang pasti bukan ambigu," ungkapnya dalam diskusi UU Pornografi di Yogyakarta.

Indra mengungkapkan, persoalan budaya yang muncul dari UUP merujuk pada terancamnya keberagaman budaya. Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri dari multietnik. "Kenyataan kultural ini tidak bisa dilenyapkan oleh penyeragaman dalam bentuk apapun termasuk yang mengatasnamakan etika, moralitas dan hukum, " paparnya.

Persoalan sosial yang muncul dari UUP, lanjutnya mewujud di dalam blok-blok psiko-sosial yang mendukung UUP dan yang menolak UUP. Masing-masing kelompok yang berseberangan ideologi dan kepentingan melakukan stigmatisasi atas kelompok lainnya. "Selain itu, UUP menimbulkan gejolak di beberapa daerah berupa penolakan. Kenyataan itu menunjukkan UUP berpeluang menimbulkan disintegrasi sosial dan bangsa, " katanya.

Monday, November 10, 2008

Amrozi Cs Telah Dimakamkan

Jakarta, Kompas

Tiga terpidana mati peristiwa pemboman di Bali, yakni Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Ghufron dieksekusi pada hari Minggu (9/11) di di Lembang Nirboyo, Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah pada Minggu pukul 00.15.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Minggu pukul 02.30 menyampaikan, "Sekitar jam 00.15, putusan dalam perkara terpidana Amrozi bin H Nurhasyim, Imam Samudra alias Abdul Aziz, dan Mukhlas alias Ali Ghufron, telah dieksekusi dengan ditembak."

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN)_Denpasar, Bali, pada 7 Agustus 2003 menghukum Amrozi dengan pidana mati karena terbukti sah dan meyakinkan merencanakan terorisme. Imam Samudra juga dihukum mati oleh PN Denpasar pada 10 September 203. PN Denpasar menghukum mati Ali Ghufron pada 2 Oktober 2003 karena terbukti bersama-sama merencanakan terorisme dan tanpa hak menguasai senjata api dan amunisi.

Vonis mati itu tetap sama pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Bali maupun tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Mereka tidak mengajukan grasi. Ketiga terpidana mati itu dinilai bertanggung jawab atas peledakan bom di Bali pada 12 Oktober 2002.

Jasman menjelaskan kronologi proses eksekusi. Menurutnya, jaksa eksekutor telah memberitahukan pelaksanaan eksekusi pada Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudera pada Rabu (5/11). Ketiganya kemudian dipindahkan ke ruang isolasi pada Jumat (7/11). Tidak ada pesan atau permintaan khusus yang disampaikan Amrozi cs sebelum eksekusi dilaksanakan.

Pada Sabtu (8/11) pukul 23.15, ketiganya dijemput dari ruang isolasi untuk dibawa ke Lembah Nirbaya, yang berjarak dua kilometer dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu.

Selang satu jam kemudian, ketiganya dinyatakan meninggal oleh tim medis yang disediakan dari Dinas Kesehatan Cilacap. Jenazah kemudian dibawa kembali ke LP Batu untuk menjalani otopsi di poliklinik LP. Demikian kata Jasman.

Setelah itu, ketiga jenazah dimandikan pihak keluarga dan dikafankan. Sekitar pukul 04.00, jenazah didoakan di Masjid LP Batu kemudian diberangkatkan menuju rumah duka pada 5.45.
Jenasah Amrozi dan Ali Ghufron dimakamkan di kampung halamannya di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, kemarin pukul 14.35. Ribuan orang turut mengantarkan pemakaman itu.

Sementara itu kemarin dari Bali diberitakan, telah berlangsung kegiatan doa berbagai kelompok agama untuk perdamaian dan permohonan agar tidak terjadi aksi pemboman kembali di Bali dan dimana pun. Kegiatan itu berlangsung di seputar Ground Zero atau Monumen Bom Bali di Jalan Raya Legian, Kuta.

Ground Zero atau lokasi monumen itu adalah dua titik berdekatan peledakan bom Bali I, 12 Oktober 2002. Kedua titik dimaksud adalah tempat hiburan bernama Sari Club (SC) dan tempat hiburan lain di seberangnya, Pady’s Pub. Lokasi SC hingga sekarang masih dibiarkan kosong atau tanpa bangunan, hingga siapa pun yang lewat di sana langsung mengenang bom yang menelan 202 korban jiwa dan melukai lebih 340 orang lainnya.

Sedangkan dari Semarang dikabarkan, Hotel Novotel mendapatkan dua kali acaman bom dari seseorang tak dikenal melalui telepon kepada operator hotel. Menurut Kepala Kepolisian Resor Semarang Timur Ajun Komisaris Besar Polisi Benone Jesaya Louhenapessy, dari hasil penyisiran tersebut, petugas tidak menemukan adanya bom.

Aparat Kepolisian Resor Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, TNI AD dan TNI AL melakukan patroli gabungan pada malam eksekusi terpidana mati.

Berbagai pendapat

Kemarin Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq di Jakarta antara lain mengatakan, "Eksekusi mati terhadap terpidana bom bali, telah memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. ”

"Saya berharap, setelah ini masyarakat Indonesia belajar untuk tidak mengembangkan radikalisme yang menggunakan kekerasan. Sementara pemerintah juga lebih serius mengatasi berbagai persoalan yang potensial menumbuh-suburkan radikalisme," ujarnya. ]

Peneliti senior lembaga penelitian Institute of Defense and Security Studies (IODAS) Edy Prasetyono, kemarin menyatakan penyesalannya atas ekspos beberapa media massa yang dikhawatirkan bisa membuat masyarakat meniru perbuatan ketiganya.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono saat ditemui wartawan di Departemen Pertahanan Jumat (7/11) menegaskan, de-radikalisasi dapat ditangani dengan menciptakan keadilan di tengah masyarakat, termasuk menghapuskan korupsi di pemerintah dan swasta.

Dalam kesempatan terpisah, kemarin, anggota Komisi I dari Fraksi PDIP Sidarto Danusubroto mengingatkan proses eksekusi ketiga terpidana mati itu sudah didasari kekuatan hukum tetap.
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Amanat Nasional Djoko Susilo kemarin mempertanyakan bagaimana bisa porsi liputan peringatan Hari Pahlawan, 10 November, terkalahkan oleh porsi pemberitaan atas Amrozi Cs.

Lukman Hakim Saefudin dari Partai Persatuan Pembangunan mengatakan, cara kekerasan yang dikembangkan hanya akan merugikan bangsa ini .

"Dan jatuhnya korban manusia yang tidak berdosa dalam setiap aksi kekerasan, tentu bertentangan dengan Islam. Eksekusi Amrozi cs menjadi plajaran bangsa ini, ” ujarnya.***