Monday, October 20, 2008

Pansus Orang Hilang -- Buka, Tutup dan Dibuka Lagi

Jakarta - detikcom

Empat pensiunan jenderal kini harus siap-siap menghadapi panggilan Pansus Orang Hilang DPR. Mereka adalah Presiden Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto, mantan Pangkostrad Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, dan mantan Pangdam Jaya Letjen (Purn) Sutiyoso.

Pemanggilan yang tiba-tiba itu dianggap punya motif tertentu. Soalnya 4 jenderal yang akan dipanggil saat ini tengah berancang-ancang maju sebagai calon presiden (capres). Upaya pemanggilan ini pun dinilai sebagai agenda untuk menjegal lawan politik di Pilpres 2009.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menganggap rencana pemanggilan bosnya, Prabowo, merupakan tindakan konyol dan kental dengan nuansa politik. Ia pun menuding politisi di Senayan secara nyata ingin menjegal langkah Prabowo, capres dari Gerindra, maju di pilpres.

Menurut Fadli Zon, kasus penculikan para aktivis sebenarnya sudah selesai dan berketetapan hukum tetap. Sebab Tim Mawar, yang menculik para aktivis telah diadili. "Lantas kenapa sekarang mau dinaikan lagi?" keluh Fadli Zon saat dihubungi detikcom.

Adapun kata Yus Usman dari Partai Hanura, rencana pemanggilan Wiranto oleh Pansus Orang Hilang sangat mengada-ngada. Soalnya kasus penculikan tersebut sudah lama selesai. Dan para pelaku sudah diadili. "Kasusnya sudah selesai dan Pak Wiranto dinyatakan tidak terlibat," tegas Yus, yang menjabat sebagai Sekjen Hanura.

Wiranto yang saat ini maju sebagai capres dari Hanura, kata Yus, bukan kali ini saja dijegal. Sebelumnya, Wiranto juga sering diserang dengan isu-isu pelanggaran HAM. Namun para pendukung Wiranto mengaku tidak khawatir dengan kampanye hitam tersebut. "Hingga saat ini dukungan kepada Pak Wiranto tetap tinggi. Jadi tidak ada pengaruhnya isu-isu tersebut," ungkap Yus.

Bukan hanya kubu Wiranto dan Prabowo yang menilai aneh pemanggilan Pansus Orang Hilang. Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) juga punya penilaian sama. Menurutnya, pemanggilan sejumlah mantan jenderal oleh Pansus Orang Hilang tidak penting. Sebab yang sangat mendesak adalah DPR memutuskan untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc atau tidak.

"Saya kira sangat wajar kalau ada anggapan menghidupkan Pansus Orang Hilang sarat nuansa politisnya. Apalagi momentumnya mendekati pemilu," kata Usman.

Selain itu, Usman juga khawatir jika kasus orang hilang bisa senasib dengan masalah Semanggi I dan II. Ditambahkannya, Pansus Orang Hilang seharusnya tidak perlu lagi menduplikasi kerja Komnas HAM dengan memanggili pensiunan jenderal tersebut, termasuk melakukan penyelidikan ulang. Sebab penyelidikan akan dimanfaatkan sebagai ajang klarifikasi.

Namun bagi Ketua Pansus Orang Hilang Effendi Simbolon, menghidupkan kembali Pansus Orang Hilang berjalan sesuai aturan di DPR. "Semua berjalan normatif, tidak tiba-tiba. Dan Pansus itu hasil Rapat Paripurna DPR 27 Februari 2007," kilah Effendi saat dihubungi detikcom.
Menurut Effendi, para pensiunan jenderal itu dipanggil dalam kapasitas sebagai pihak yang diduga tahu soal kasus penghilangan orang di medio 1997-1998. Bila tanpa dukungan politik, ujar Effendi, tidak akan ada pengadilan bagi para pelaku. Sekalipun Komnas HAM sudah menegaskan ada pelanggaran HAM.

Rekomendasi Komnas HAM soal kasus orang hilang dikeluarkan pada 10 November 2006. Dalam laporannya, Komnas HAM berkesimpulan bahwa telah ada bukti permulaan yang cukup bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus penculikan para aktivis tersebut.

Bukan itu saja. Komnas HAM juga menyatakan akan mengupayakan dipenuhinya hak-hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi para korban maupun keluarga korban dalam peristiwa tersebut. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000, laporan akhir itu diserahkan Komnas HAM kepada Jaksa Agung untuk dilakukan penyidikan.

Namun, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh waktu itu menegaskan kalau Kejagung tidak akan melakukan penyidikan sampai ada rekomendasi DPR agar presiden membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Sedangkan Menkum HAM Andi Mattalatta mengatakan, kasus tersebut telah selesai secara hukum. Anehnya, saat ini DPR bukannya mendesak untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, tapi malah penyelidikan ulang terhadap laporan Komnas HAM.***